Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri Gereja Katolik Jakarta. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri Gereja Katolik Jakarta. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

Kamis, 18 Februari 2016

Pemuka Gereja Katolik, melawan Revisi UU KPK

- 0 komentar

Jakarta - Pemuka Katolik Romo Johannes Hariyanto meminta agar Presiden Joko Widodo bertindak tegas melawan upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terendus dalam rencana revisi undang-undang di DPR.

Johannes mengatakan ada dua hal yang membuat Presiden memiliki kapasitas untuk melawan upaya pelemahan KPK di DPR.

Langkah pertama, Presiden sebagai kepala negara memiliki otoritas yang bisa digunakan semaksimal mungkin, misalnya dengan tidak menyetujui revisi UU KPK, terangnya kepada pers di Jakarta, Kamis (4/2).

Kedua, ada pernyataan langsung dari presiden untuk melakukan moratorium terhadap segala usaha pelemahan UU KPK, sehingga hal tersebut memberikan sinyal jelas tentang sikap pemerintah.
"Kita tahu bahwa 'korban' KPK ialah orang-orang yang bisa merumuskan undang-undang. Ini akan mengerikan karena seluruh upaya pelemahan KPK hanya untuk menyelamatkan dirinya sendiri," lanjut Johannes.

Dia menambahkan tindakan DPR ini lebih dari sekedar kejahatan korupsi, karena bisa dikategorikan sebagai kejahatan untuk melawan bangsa.

"Akhirnya kepentingan diri sendiri lebih utama dibandingkan kepentingan bangsa dan memakai instrumen formal, yakni kewenangan sebagai anggota DPR untuk bisa melindungi dirinya sendiri," pungkasnya.

Baca juga: seorang wanita mencuri waktu Misa, di polisikan 

Sementara itu, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) juga memberikan empat catatan kepada presiden terkait dengan pelemahan KPK melalui revisi UU KPK. Keempat catatan tersebut, yakni :

1. Upaya membatasi hak KPK melakukan penyadapan, nyata-nyata telah mengebiri kekuatan KPK yang justru selama ini banyak menjerat para koruptor dengan proses penyadapan ini. Keberatan sementara pihak bahwa penyadapan ini mengganggu privasi sangatlah absurd, mengingat perilaku pejabat publik haruslah transparan dan tak perlu ada yang harus disembunyikan. Selain itu, penyadapan dengan ijin pengadilan akan memperlambat proses investigasi serta kemungkinan terjadi kebocoran informasi;

2. Dihilangkannya wewenang KPK melakukan penuntutan juga akan melemahkan posisi tawar KPK. Keinginan sementara pihak untuk melimpahkan wewenang ini semata-mata kepada Kejaksaan merupakan amnesia sejarah, karena munculnya KPK adalah karena ketidakpercayaan publik kepada aparat dan proses-proses di Kejaksaan; dan hal ini belum pulih hingga kini;

3. Dihilangkannya wewenang KPK merekrut penyidik independen di luar Kejaksaan dan Kepolisian juga merupakan upaya pelemahan karena hal ini akan semakin menempatkan KPK dalam rentang kendali Kepolisian dan Kejaksaan, sesuatu yang justru hendak dikoreksi dengan lahirnya KPK dalam semangat Reformasi;

4. Sebaliknya, keinginan sementara pihak untuk memberikan wewenang menghentikan perkara (SP3) kepada KPK juga akan melemahkan KPK karena berpotensi membuat aparat KPK "bermain-main" dengan perkara, atau membuka potensi tawar menawar kasus.

sumber : disini 
[Continue reading...]

Rabu, 15 Juni 2016

Mongol Stres : Jangan Pindah Gereja

- 0 komentar


AKSI pelawak tunggal atau komika, Mongol Stres sanggup mengocok perut peserta konferensi Pujian dan Penyembahan Karismatik Katolik yang digelar di Apperroom Annex Building, Jakarta, Sabtu, 21/5. 

Meski materi lawakannya kerap bermain di batas sensitivitas, seperti etnisitas dan homoseksualitas, pria bernama asli Rony Immanuel ini belum pernah mendapat teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia. “Saya hanya pernah di sidang beberapa kali oleh jemaat Gereja,” celotehnya.

Salah satu lawakan Mongol yang membuat peserta terkekeh-kekeh, yaitu topik tentang berdoa. 
 
Ia meminta kepada hadirin, jika berdoa jangan membuat orang takut dengan meminta Tuhan datang ke dunia. 
 
Sebab dalam Kitab Suci, imbuh dia, Tuhan datang pada hari kiamat. “Tuhan itu bukan ‘teh celup’, yang gampang kita minta naik-turun,” ujar kelahiran Manado, 27 September 1978 ini.

Ia juga berharap, seluruh peserta jangan pindah Gereja. “Jangan karena di sana ada artis, pastor, atau pendeta terkenal, kita jadi pindah agama. Yakinlah, Tuhan juga hadir di Gereja Anda.”
 
sumber : disini
[Continue reading...]

Senin, 15 Agustus 2016

Romo Namanya Dicatut di Kabar Bohong di Jalur WA, dalam kasus Paroki Gondang Klaten

- 0 komentar


Kamis siang tanggal 11 Agustus 2016 ini,  Romo FX Widyatmaka SJ yang di kalangan internal para Jesuit dikenal dengan panggilan akrab: Romo Jin SJ.

Kamis siang ini, posisi Romo “Jin” Widyatmaka SJ baru ada di Banyumanik, Semarang, Jawa Tengah. “Aku lagi niliki (menjenguk) mamiku, karena kesehatannya menurun,” kata Romo “Jin” Widyatmaka SJ yang pernah menjadi pastor di Paroki Weleri (Pantura, Jateng), Paroki St Theresia Menteng (Jakarta Pusat).

baca juga :  Aksi Brutal pengrusakan Patung, di Gereja Katolik Paroki St. Yusuf Pekerja Gondang Winangun Klaten 

Romo Widyatmaka mengaku namanya dicatut dalam sebaran WA berisi kabar bohong tersebut. Awalnya, kata dia, ia juga mendapatkan kabar ‘sama’ bahwa pelaku pengrusakan itu adalah anak Pak Koster yang ngambek karena tidak dibelikan HP canggih.

“Entah bagaimana, kok tiba-tiba, nama saya ikut masuk dalam konteks berita yang tidak benar itu,” kata Romo Widyatmaka SJ yang kini menjadi pastor Paroki St. Anna Duren Sawit, Jakarta Timur.

baca juga : Kabar Patung Bunda Maria Keluarkan Minyak Wangi di Jokjakarta, HOAX!


Ada pastor SJ lainnya yang bernama nyaris sama yakni  Romo Michael Windyatmaka SJ alias Romo Windi SJ yang umurnya kurang lebih sama dengan Romo FX “Jin” Widyatmaka.

Romo Windi SJ pernah menjadi Pastor Mahasiswa di Yogyakarta, Minister di Kolsani tahun 1990-an, dan kemudian Pastor Paroki Sukorejo di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.

sumber : disini
[Continue reading...]

Rabu, 14 September 2016

97 Laporan dari Komnas HAM, Soal Pembangunan Rumah Ibadah

- 0 komentar


Jakarta - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Imdadun Rahmat mengatakan pihaknya sedang menangani 97 pengaduan soal pembangunan tempat ibadah. 

Menurut dia, pengaduan terbanyak berkaitan dengan pembangunan gereja Kristen, Katolik, dan masjid.

Imdadun berujar banyaknya pengaduan menunjukkan bahwa sikap toleransi dalam beragama masih menjadi barang mewah di Indonesia. 


"Kelas kita masih sampai di situ, belum mampu merayakan perbedaan," kata Imdadun di Gereja Santa Anna, Sabtu, 10 September 2016.

Imdadun menganggap belum semua umat beragama menghargai, menghayati, dan menghormati perbedaan. 


Sehingga, kata dia, masalah rumah ibadah sering dijadikan alasan bagi kelompok mayoritas untuk menindas minoritas. 

"Kalau ada rumah ibadah yang berbeda seolah-olah ada ancaman besar, akan membuat dia masuk neraka," ujarnya.

Imdadun juga menganggap saat ini sebagian umat beragama mengalami kecenderungan hanya mau menerima yang sama dengan dirinya atau hemofilia. 


Padahal, kata dia, umat beragama memiliki kewajiban memajukan kemanusiaan. 

"Kalau tidak dikikis, kita tidak akan siap bertoleransi," katanya.
Imdadun menuturkan Indonesia  menghadapi tantangan berat dalam membangun toleransi. 


Sebab realitasnya Indonesia adalah negara yang dihuni beragam suku, agama, ras, dan golongan. 

"Intoleransi tidak boleh dibiarkan dan harus jadi perhatian," kata Imdadun.

Imdadun mengimbuhkan, setiap orang memiliki kebebasan memilih aliran kepercayaan dan mahzab kepercayaannya. 


"Memilih ada dalam iman, dalam pikiran, dan dalam hati. 

Dia tidak boleh diatur, karena tanpa diatur iman dalam hati tidak akan mengganggu orang banyak.

sumber : disini
[Continue reading...]
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Copyright © . TAKUdaGEMA - Tak Kulihat dari Gereja Mana - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger